"Yang akan memakmurkan masjid-masjid hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, mendirikan solat, membayar zakat dan tidak takut melainkan kepada Allah, mudah-mudahan, mereka menjadi dikalangan orang-orang yang mendapat petunjuk".
(Al-Qur'an Surat At Taubah ayat 18)
http://masjidtemerlohjaya.blogspot.com/

Sunday, November 13, 2011

Kuliah Dr Zulkifli al Bakri

Dr Zulkifli Mohamad al Bakri berceramah di masjid temerloh jaya 12.11.2011

selesai ceramah
menikmati pais patin

Tuesday, November 8, 2011

Hukum Qurban, Wajib atau Sunnah dalam Islam?


 i

Quantcast
Surah Al Kauthar: “Sesungguhnya Kami telah mengurniakan kepadamu (wahai Muhammad) kebaikan yang banyak (1). Oleh itu, kerjakanlah solat kerana Tuhanmu semata-mata dan sembelihlah korban(2). Sesungguhnya orang yang bencikan engkau, dialah yang terputus(3).”

Korban adalah kambing yang disembelih setelah melaksanakan shalat Idul Adha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, kerana Dia Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman (yang artinya) : ” Katakanlah : sesungguhnya shalatku, korbanku (nusuk), hidup dan matiku adalah untuk Allah Rabb semesta alam tidak ada sekutu bagi-Nya” [Al-An'am : 162]

Nusuk dalam ayat di atas adalah menyembelih haiwan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.[ Minhajul Muslim (355-356)]

Ulama berselisih pendapat tentang hukum kurban. Yang tampak paling rajih (tepat) dari dalil-dalil yang beragam adalah hukumnya wajib. Berikut ini beberapa hadits yang dijadikan sebagai dalil oleh mereka yang mewajibkan :
Pertama.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (yang artinya) : ” Siapa yang memiliki kelapangan (harta) tapi dia tidak menyembelih korban maka jangan sekali-kali ia mendekati mushalla kami” [Riwayat Ahmad (1/321), Ibnu Majah (3123), Ad-Daruquthni (4/277), Al-Hakim (2/349) dan (4/231) dan sanadnya hasan]

Sisi pendalilannya adalah beliau melarang orang yang memiliki kelapangan harta untuk mendekati mushalla jika ia tidak menyembelih korban. Ini menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan kewajiban ini.

Kedua.

Dari Jundab bin Abdullah Al-Bajali, ia berkata : Pada hari raya korban, aku menyaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. (yang artinya) : ” Siapa yang menyembelih sebelum melaksanakan shalat maka hendaklah ia mengulang dengan haiwan lain, dan siapa yang belum menyembelih korban maka sembelihlah” [Diriwayatkan oleh Bukhari (5562), Muslim (1960), An-Nasa'i (7/224), Ibnu Majah (3152), Ath-Thayalisi (936) dan Ahmad (4/312,3131).] Perintah secara zahir menunjukkan wajib, dan tidak ada [Akan disebutkan bantahan-bantahan terhadap dalil yang dipakai oleh orang-orang yang berpendapat bahwa hukum menyembelih kurban adalah sunnah, nantikanlah.] perkara yang memalingkan dari zahirnya.
Adapun orang-orang yang menyelisihi pendapat wajibnya kurban, maka syubhat mereka yang paling besar untuk menunjukkan (bahwa) menyembelih kurban hukumnya sunnah adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) : “Apabila masuk sepuluh hari (yang awal dari bulan Dzulhijjah -pen), lalu salah seorang dari kalian ingin menyembelih kurban maka janganlah ia menyentuh sedikitpun dari rambutnya dan tidak pula kulitnya”. [Diriwayatkan Muslim (1977), Abu Daud (2791), An-Nasa'i (7/211dan 212), Al-Baghawi (1127), Ibnu Majah (3149), Al-Baihaqi (9/266), Ahmad (6/289) dan (6/301 dan 311), Al-Hakim (4/220) dan Ath-Thahawi dalam "Syarhu Ma'anil Atsar" (4/181) dan jalan-jalan Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha]

Mereka berkata ["Al-majmu" 98/302) dan Mughni Al-Muhtaj" (4/282) 'Syarhus Sunnah" (4/348) dan "Al-Muhalla" 98/3)] : “Dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan bahwa menyembelih hewan kurban tidak wajib, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika salah seorang dari kalian ingin menyembelih kurban ….” , seandainya wajib tentunya beliau tidak menyandarkan hal itu pada keinginan (iradah) seseorang”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah telah membantah syubhat ini setelah beliau menguatkan pendapat wajibnya hukum, dengan perkataannya [Majmu Al-Fatawa (22/162-163)]
“Orang-orang yang menolak wajibnya menyembelih kurban tidak ada pada mereka satu dalil. Sandaran mereka adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Siapa yang ingin menyembelih kurban …..” Mereka berkata : “Sesuatu yang wajib tidak akan dikaitkan dengan iradah (kehendak/keinginan) !” Ini merupakan ucapan yang global, kerana kewajiban tidak disandarkan kepada keinginan hamba maka dikatakan: “Jika engkau mahu lakukanlah”, tetapi terkadang kewajiban itu didatangkan dengan syarat untuk menerangkan satu hukum dari hukum-hukum yang ada. 

Seperti firman Allah :
(yang artinya) : ” Apabila kalian hendak mengerjakan shalat maka basuhlah ….” [Al-Maidah : 6]
Dikatakan : Jika kalian ingin shalat. Dan dikatakan pula : Jika kalian ingin membaca Al-Qur’an maka berta’awudzlah (mintalah perlindungan kepada Allah). Thaharah (bersuci) itu hukumnya wajib dan membaca Al-Qur’an (Al-Fatihah-pent) di dalam shalat itu wajib.
Dalam ayat ini Allah berfirman (yang artinya) : ” Al-Qur’an itu hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kalian yang ingin menempuh jalan yang lurus” [At-Takwir : 27]

Allah berfirman demikian sedangkan keinginan untuk istiqamah itu wajib”.
Kemudian beliau rahimahullah berkata [Sama dengan di atas]:
Dan juga, tidaklah setiap orang diwajibkan padanya untuk menyembelih korban. Kewajiban hanya dibebankan bagi orang yang mampu, maka dialah yang dimaksudkan ingin menyembelih korban, sebagaimana beliau berkata (yang artinya) : ” Siapa yang ingin menunaikan ibadah haji hendaklah ia bersegera menunaikannya ….. ” [Diriwayatkan Ahmad (1/214,323, 355), Ibnu Majah (3883), Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (1/114) dari Al-Fadl, namun pada isnadnya ada kelemahan. Akan tetapi ada jalan lain di sisi Abi Daud (1732), Ad-Darimi (2/28), Al-Hakim (1/448), Ahmad (1/225) dan padanya ada kelemahan juga, akan tetapi dengan dua jalan haditsnya hasan Insya Allah. Lihat 'Irwaul Ghalil" oleh ustadz kami Al-Albani (4/168-169)]

Haji hukumnya wajib bagi orang yang mampu, maka sabda beliau : “Siapa yang ingin menyembelih kurban …” sama halnya dengan sabda beliau : “Siapa yang ingin menunaikan ibadah haji ……..”
Imam Al-’Aini [Dalam 'Al-Binayah fi Syarhil Hadayah" (9/106-114)] rahimahullah telah memberikan jawaban atas dalil mereka yang telah disebutkan -dalam rangka menjelaskan ucapan penulis kitab “Al-Hadayah”[ Yang dimaksud adalah kitab "Al-Hadayah Syarhul Bidayah" dalam fiqih Hanafiyah. Kitab ini termasuk di antara kitab-kitab yang biasa digunakan dalam madzhab ini. Sebagaimana dalam "Kasyfudh Dhunun" (2/2031-2040). Kitab ini merupakan karya Imam Ali bin Abi Bakar Al-Marghinani, wafat tahun (593H), biografinya bisa dilihat dalam 'Al-Fawaidul Bahiyah" (141).] yang berbunyi : “Yang dimaksudkan dengan iradah (keinginan/kehendak) dalam hadits yang diriwayatkan -wallahu a’lam- adalah lawan dari sahwu (lupa) bukan takhyir (pilihan, boleh tidaknya -pent)”. 

Al-’Aini rahimahullah menjelaskan :
“Yakni : Tidaklah yang dimaksudka takhyir antara meninggalkan dan kebolehan, maka jadilah seakan-akan ia berkata : “Siapa yang bermaksud untuk menyembelih hewan kurban di antara kalian”, dan ini tidak menunjukkan dinafikannya kewajiban, sebagaimana sabdanya: (yang ertinya) : “Siapa yang ingin shalat maka hendaklah ia berwudlu” [Aku tidak mendapat lafadh seperti iin, dan apa yang setelahnya cukup sebagai pengambilan dalil]

Dan sabda beliau (yang artinya): “Siapa diantara kalian ingin menunaikan shalat Jum’at maka hendaklah ia mandi” [Diriwayatkan dengan lafadh ini oleh Muslim (844) dan Ibnu Umar. Adapun Bukhari, ia meriwayatkannya dan Ibnu Umar dengan lafadh yang lain, nomor (877), 9894) dan (919].
Yakni siapa yang bermaksud shalat Jum’at, (jadi) bukanlah takhyir ….

Adapun pengambilan dalil tidak wajibnya kurban dengan riwayat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kurban untuk umatnya -sebagaimana diriwayatkan dalam “Sunan Abi Daud” (2810), “Sunan At-Tirmidzi” (1574) dan “Musnad Ahmad” (3/356) dengan sanad yang shahih dari Jabir- bukanlah pengambilan dalil yang tepat karena Nabi melakukan hal itu untuk orang yang tidak mampu dari umatnya.
Bagi orang yang tidak mampu menyembelih kurban, maka gugurlah darinya kewajiban ini.
Wallahua’lam
Sumber :
Ahkaamu Al’ Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, Pustaka Al-Haura’, penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Hussein, dinukil dari http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=494